KOLONIALISME BELANDA DI INDONESIA

KOLONIALISME BELANDA DI INDONESIA

Terbentuknya Kolonialisme Belanda di Indonesia


Pada bulan Juni 1596 ekpedisi pertama Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman tiba di Banten, pelabuhan lada terbesar di Jawa Barat. Di Banten orang-orang Belanda segera terlibat dalam konflik, baik dengan orang-orang Portugis maupun dengan orang-orang pribumi.

De Houtman meninggalkan Banten dan berlayar menuju ke timur dengan menyusuri Pantai Utara pulau Jawa. Akhirnya, pada tahun 1597 ekspedisi de Houtman kembali ke negeri Belanda dengan membawa cukup banyak rempah-rempah.

Sejak itu banyak orang-orang Belanda mengadakan pelayaran-pelayaran liar untuk mencari rempah-rempah ke Nusantara. 

Para pedagang Belanda yang tergabung dalam perseroan-perseroan saling bersaing dan berperang satu sama lain, oleh karena itu Johan van Oldenbarneveldt kemudian mengusulkan agar masyarakat Belanda membuat sebuah kongsi dagang seperti yang dibuat Prancis dan Inggris.

Pada tanggal 20 Maret 1602 perseroan-perseroan yang saling bersaing bergabung untuk membentuk Maskapai Hindia Timur, yang diberi nama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).


Tujuan pembentukan voc adalah:

  1. Untuk menghindari persaingan di antara perusahaan dagang Balanda,
  2. Memperkuat diri agar dapat bersaing dengan perusahaan dagang negara lain seperti Portugis dan     Inggris (EIC) terutama yang ada di Indonesia.
  3. Mencari keutungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol.

Gubernur Jenderal VOC pertama berkedudukan di Ambon, yakni dijabat oleh Pieter Both, ia berkantor di atas kapal yang berlabuh di perairan Ambon.

Setelah Negeri Belanda dikalahkan dan dikuasai oleh Prancis pada perang koalisi pertama (1792-1797) kerajaan Belanda diganti menjadi Republik Belanda  (Republik Bataaf) oleh Napoleon Bonaparte pemimpin Prancis. 

Napoleon menunjuk adiknya Louis Napoleon memimpin Belanda (Republik Bataaf).

Karena Belanda dikuasai oleh Prancis, maka secara otomatis semua kekuasaan Belanda atas wilayah Hindia Belanda (Nusantara) dipegang alih oleh Republik Bataaf atas nama Prancis. 

Kemudian pada tanggal 31 Desember 1799 pemerintah Rebublik Bataaf membubarkan VOC akibat ketidakberesan keuangan (menumpuknya hutang akibat korupsi yang merajalela).

Untuk mengelola pemerintahan Hindia Belanda, Louis Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels sebagai gubernur Jenderal Hindia Belanda sejak tahun 1808 sampai tahun 1811. 

Sejak saat itu dimulailah imperialisme Prancis yang bersifat tidak langsung. Prancis menjajah Hindia-Belanda dengan cara menggunakan tangan kekuasaan orang-orang Belanda yang berpihak kepadanya.

Tujuan Louis Napoleon mengirim Herman willem Dendels ke Hindia Belanda, yaitu:

  1. Mempertahankan kedudukan Belanda di Pulau Jawa dari serangan Inggris,
  2. Menghapus tanam paksa kopi dan penyerahan paksa hasil bumi kepada pemerintah,
  3. Memperbaiki kehidupan pribumi, dan
  4. Membersihkan Batavia atau memindahkan ibukota ke tempat lain yang lebih sehat di Jawa.

Pada tahun 1811 Louis Napoleon mencopot kedudukan Daendels karena dinilai terlalu keras dalam menjalankan pemerintahan, disamping itu pemerintahan yang dijalankan Daendels ternyata bertentangan dengan perintah yang diterimanya dari Belanda. Sebagai penggantinya Louis Napoleon menggantinya dengan Jenderal Jannsens.


Sejak VOC terbentuk sampai pasca pembubaran VOC, praktek kerja  Sistem Tanam Paksa dijalankan oleh pemerintah kolonial. 

Lebih parah setelah pasca pembubaran VOC pada masa pemerintahan  Gubernur Jenderal Johanes van den Bosch (1830-1833) karena dia langsung menerapkan sistem paksa untuk menarik pemasukan sebanyak mungkin dari rakyatnya. 

Praktis sistem tanam paksa dimulai pada tahun 1830 sampai tahun 1870. Tahun 1870 sistem tanam paksa diganti dengan Undang-Undang  Agraria (Liberal), pencetus undang-undang ini adalah De Waal.

Semula masyarakat Belanda tidak mengetahui dampak pelaksanaan tanam paksa. Mereka mengira kekayaan yang mengalir ke negerinya merupakan hasil kerja sama ekonomi yang sama-sama menguntungkan. 

Namun, pada tahun 1850 terbetik kabar tentang penderitaan rakyat di Pulau Jawa yang mengalami kelaparan dan kematian. Akibatnya, penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan Hindia Belanda ini mendapatkan perlawanan keras dari kaum liberal dan humanis. 

Tokoh-tokoh Belanda dari kaum liberal dan kaum humanis yang mengecam pelaksanaan tanam paksa, antara lain Douwes Dekker dan Baron van Hoevell.

Douwes Dekker (1820-1887), mengungkapkan kritiknya terhadap pemerinntah Hindia-Belanda lewat karya bukunya yang berjudul Max Havelaar

Di dalam bukunya ini, ia menggunakan nama samaran Multatuli, yang berarti saya yang menderita. 

Douwes Dekker membeberkan secara terang-terangan penyimpangan sistem tanam paksa dan penderitaan rakyat Lebak (Banten) akibat penindasan petugas tanam paksa.

Baron van Hoevell (1812-1879), ia adalah seorang pendeta yang bertugas di Hindia-Belanda. Setelah kembali ke negerinya, ia menjadi anggota parlemen Belanda. 

Van Hoevell bersama kelompoknya berupaya memperjuangkan nasib rakyat tanah jajahan yang menderita. Ia menuntut pemerintahan pusat dan gubernur jenderal agar memperhatikan nasib dan kepentingan rakyat.

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA



Kolonialisme adalah penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu.

Imperialisme adalah sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapat kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar.

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA

Kolonialisme dan imperialisme ditumbuhkembangkan bangsa-bangsa Eropa di seluruh dunia, termasuk di Nusantara.

Sejak terjadinya Perang Salib dan jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani (Turki Ottoman) pada tahun 1453 yang mengakibatkan ditutupnya jalur perdagangan Asia - Eropa lewat laut tengah, bangsa Eropa setelah mencapai kemajuan dibidang teknologi terutama teknologi pelayaran, mulai mencari dan membuka jalur perdagangan baru.

Negara-negara Eropa yang memiliki andil dalam membentuk dan mengembangkan kolonialisme dan imperialisme di Indonesia adalah Portugis, Spanyol, Belanda, Prancis dan Inggris.

Adapun tujuan kedatangan bangsa-bangsa Barat/Eropa ke dunia timur membawa tujuan khusus yang dikenal dengan 3G yaitu:

1. Gold, bertujuan mencari sebanyak-banyaknya logam mulia berupa emas, perak, dan batu permata seperti intan dan berlian, juga termasuk disini adalah hasil bumi atau rampah-rempah.

2. Gospel, membawa tujuan suci yaitu untuk menyebarkan agama yang dianutnya yakni Kristen Katolik dan Kristen protestan.

3. Glory, bertujuan mendapatkan kekayaan negeri asalnya dengan memperluas wilayah kekuasaannya di negeri yang baru ditemukan dan dikuasainya.

Penyebab atau faktor politik pendorong bangsa-bangsa Eropa mencari daerah rempah-rempah di Indonesia, yakni sejak abad XV, perdagangan rempah-rempah di Eropa mengalami perkembangan pesat. Rempah-rempah laku keras di pasaran Eropa walaupun dengan harga yang tinggi. Hal inilah yang mendorong bangsa Eropa datang ke Nusantara mencari daerah penghasil rempah-rempah.

Bangsa Eropa yang pertama masuk dan menjajah Indonesia yaitu bangsa Portugis. Raja Portugis mengutus Diego Lopes de Sequiera untuk ekspedisi ke Malaka. Pada tahun 1509, Sequiera tiba di Malaka. Pada mulanya disambut dengan senang hati oleh Sultan Mahmud Syah, tetapi kemudian Sultan Mahmud Syah berbalik melawan Sequiera.

Pada tahun 1511, Alfonso d’Albuquerque (seorang tokoh penjelajah samudera Portugis), melakukan pelayaran dari Goa (India) menuju Malaka. Sesampainya di Malaka terjadilah peperangan dengan Sultan Mahmud, hingga pada akhirnya Malaka dapat ditaklukkan dan dikuasai oleh Portugis.

Keberhasilan Alfonso d'Albuquerque menaklukkan Malaka ini membuat Kerajaan Portugis mengendalikan jalur perdagangan rempah-rempah.

Setelah menetap di Malaka, Albuquerque memerintahkan untuk segera mencari kepulauan rempah-rempah. Misi pencarian rempah-rempah tersebut dipimpin Francisco Serrao. Sementara itu, Albuquerque kembali ke India dengan sebuah kapal yang besar. Akan tetapi di laut lepas Pantai Sumatra kapal tersebut karam beserta barang rampasan dari Malaka.

Pada tahun 1512, Francisco Serrao berhasil mencapai Pulau Hitu (sebelah Utara Ambon), dalam usahanya untuk mencari kepulauan rempah-rempah.

Pada tahun 1522, Portugis sampai di Ternate dan disambut baik oleh raja dan masyarakat. mereka mengadakan persekutuan dengan Ternate dan membangun benteng Santo Paulo (Saint John) di sana.

Hubungan mereka mulai tegang ketika pembangunan benteng tersebut diikuti dengan pemaksaan monopoli perdagangan rempah-rempah. Inilah era dimulainya kolonialisme/imperialisme Portugis di tanah Maluku.

Hubungan menjadi semakin tegang ketika misionaris Portugis melakukan kristenisasi terhadap penduduk Ternate yang beragama Islam dan juga prilaku orang-orang Portugis yang tidak sopan.

Perlawanan rakyat Ternate dipimpin oleh Sultan Hairun mengepung benteng Portugis yakni Benteng Santo Paulo, tapi sayang Sultan Hairun gagal karena kena tipu muslihat Portugis dan meninggal pada tahun 1570.

Akhirnya di bawah pimpinan Sultan Baabullah pada tahun 1575 orang-orang Portugis diusir dari Ternate setelah terjadi pengepungan yang berlangsung selama lima tahun.

Update!

Pada masa kolonialisme dan imperialisme kuno, penguasaan daerah atau bangsa lain dilandasi oleh semangat 3 G, yaitu Gold, Glory, dan Gospel.

Para kolonial ini mengeruk semua kekayaan negeri dan mengekspolitasi rakyatnya secara habis-habisan demi kepentingan dan kebesaran kerajaan mereka. Sekaligus memaksakan agama mereka untuk dianut oleh penduduk pribumi.

Adapun Imperialisme modern yang berlangsung setelah Revolusi Industri di Inggris pada sekitar tahun 1870-an memiliki tujuan yang lebih menitikberatkan pada keuntungan ekonomi dan perdagangan.

Baca: Revolusi Inggris

Paling tidak ada 3 tujuan yang menjadi semangat terjadinya imperialisme modern ini, yaitu:

1. Untuk mendapatkan daerah pemasaran hasil industri.

2. Mendapatkan daerah penghasil bahan mentah atau bahan baku.

3. Mendapatkan daerah penanaman modal.

Tentunya untuk mencapai ketiga tujuan tersebut, para kolonialsi/imperialis modern ini menggunakan kekuatan militer untuk dapat menguasai dan memaksa bangsa lain.

Silahkan baca juga: Alasan Bangsa-Bangsa Barat Datang Ke Indonesia
Back To Top