Sekembalinya dari Dalat, Vietnam Selatan dalam rangka memenuhi panggilan Jenderal Terauchi untuk pelantikan anggota PPKI secara simbolik pada tanggal 9 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Prof. DR. Radjiman Wediodiningrat, di Jakarta ketiganya
disambut oleh Sutan Syahrir yang menyampaikan berita tentang kekalahan Jepang
terhadap Sekutu. Kemudian, Sutan Syahrir menyarankan agar Ir. Soekarno segera
menyatakan kemerdekaan tanpa terikat Jepang. Namun, usulan itu ditolak oleh Ir.
Soekarno.
Berita menyerahnya Jepang kepada
Sekutu tersebut didengar oleh para pemuda yang bergabung dalam Angkatan Baru
melalui siaran Radio BBC dan Radio Domei. Mereka segera mengadakan pertemuan
dan para pemuda sepakat bahwa kemerdekaan Indonesia tidak boleh bergantung
kepada bangsa atau negara lainnya. Para pemuda termasuk Sutan Syahrir termasuk
tokoh pertama yang mendesak agar proklamasi kemerdekaan Indonesia segera
dilaksanakan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta tanpa harus menunggu
izin dari Jepang, sebab momentumnya dianggap tepat. Saat itu Indonesia
mengalami kekosongan kekuasaan (vacum of
power) karena pasukan Sekutu yang bertugas untuk menerima penyerahan
wilayah dari tangan Jepang belum sampai di wilayah Indonesia. Namun Ir.
Soekarno tetap menolak usulan para pemuda. Akibat penolakan tersebut terjadi
ketegangan antara dua komponen bangsa yakni golongan tua dan golongan muda.
Yang termasuk golongan muda, antara lain BM. Diah, Yusuf Kunto, Wikana, Sayuti
Melik, Adam Malik, dan Khairul Saleh. Sedangkan yang termasuk golongan tua,
antara lain Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. Muhammad
Yamin, Dr. Buntaran, Dr. Syamsi, dan Mr. Iwa Kusumasumantri.
Alasan golongan tua menolak
desakan pemuda adalah bahwa kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan melalui
revolusi yang terorganisasi. Golongan tua cenderung ingin membicarakan proklamasi
kemerdekaan Indonesia yang ditentukan tanggal 18 Agustus 1945 dalam rapat PPKI.
Menghadapi penolakan golongan tua
tersebut, golongan muda melakukan perundingan pada tanggal 16 Agustus 1945
pukul 24.00 WIB di Jalan Cikini 71 Jakarta. Maka pada dini hari tanggal 16
Agustus 1945 tersebut, para pemuda menculik Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad
Hatta kemudian membawanya ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Tujuan
golongan muda menculik keduanya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad
Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang dan untuk mendesak keduanya supaya segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan
Jepang.
Setibanya di Rengasdengklok,
golongan muda kembali mendesak Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta untuk
segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun, kedua pimpinan tersebut
masih tetap pada pendiriannya, sehingga golongan muda segan untuk melakukan
penekanan lebih lanjut. Akhirnya, dalam pembicaraan antara Shodanco Singgih dan
Soekarno, Soekarno menyetujui pendapat para pemuda untuk segera melaksanakan
proklamasi tanpa adanya campur tangan pemerintah Jepang setelah kembali ke
Jakarta. Berita kesediaan Soekarno dan Hatta tersebut oleh Shodanco Singgih
kemudian disebarluaskan kepada para pemuda lain yang berada di Jakarta.
Bersamaan dengan itu, di Jakarta,
Wikana (golongan muda) dan Mr. Ahmad Subarjo (golongan tua) melakukan
perundingan. Dalam perundingan tersebut Mr. Ahmad Subarjo menyetujui untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Oleh karena itu diutuslah
Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Subarjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput
Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta kembali ke Jakarta.
Setelah tiba di Jakarta, mereka
langsung menuju rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 (sekarang
gedung museum perumusan teks proklamasi) yang diperkirakan aman dari Jepang. Di
rumah Laksamana Maeda inilah tempat berlangsungnya perumusan teks proklamasi
kemerdekaan Indonesia.
Labels:
Sejarah
Thanks for reading PEMBAHASAN ULANG PERISTIWA RENGASDENGKLOK. Please share...!
0 Comment for "PEMBAHASAN ULANG PERISTIWA RENGASDENGKLOK"