Dalam Pidato yang disampaikan di depan sidang BPUPKI Ir. Soekarno antara lain mengatakan
"...... Saudara-saudara! Dasar-dasar negara telah saya usulkan.Lima bilangannya. Inikah Panca Darma? Bukan! Nama Panca Darma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya, Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca indera. Apalagi yang lima bilangannya? Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima pula bilangannya.
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Panca Sila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan yang lima itu! Saya boleh peras sehingga tinggal tiga saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah "perasan" yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri kemanusiaan, saya peras menjadi satu : itulah yang dulu saya namakan socio-nationalisme.
Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politiek-economische democratie, yaitu politieke democratie dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu. Inilah yang dulu saya namakan socio-democratie.
Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain. Jadi yang asalnya lima itu menjadi tiga : socio-nationalisme, socio-democratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?
Sebagai tadi saya telah katakan : kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islan buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan "Gotong Royong." Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!...."
(Sumber : Penetapan Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi, 1947 : 20-21).
Di Kutip dari:
Kronik Sejarah untuk kelas 2 SMP. Drs. Anwar Kurnia & Drs. H. Moh. Suryana. Penerbit Yudhistira, Maret 2004.
"...... Saudara-saudara! Dasar-dasar negara telah saya usulkan.Lima bilangannya. Inikah Panca Darma? Bukan! Nama Panca Darma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya, Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca indera. Apalagi yang lima bilangannya? Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima pula bilangannya.
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Panca Sila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan yang lima itu! Saya boleh peras sehingga tinggal tiga saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah "perasan" yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri kemanusiaan, saya peras menjadi satu : itulah yang dulu saya namakan socio-nationalisme.
Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politiek-economische democratie, yaitu politieke democratie dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu. Inilah yang dulu saya namakan socio-democratie.
Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain. Jadi yang asalnya lima itu menjadi tiga : socio-nationalisme, socio-democratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?
Sebagai tadi saya telah katakan : kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islan buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan "Gotong Royong." Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!...."
(Sumber : Penetapan Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi, 1947 : 20-21).
Di Kutip dari:
Kronik Sejarah untuk kelas 2 SMP. Drs. Anwar Kurnia & Drs. H. Moh. Suryana. Penerbit Yudhistira, Maret 2004.
Labels:
Sejarah
Thanks for reading Pidato Ir. Soekarno pada Sidang BPUPKI. Please share...!
0 Comment for "Pidato Ir. Soekarno pada Sidang BPUPKI"