Berhenti Bekerja Secara Mental
oleh Ursula Nuber
KARYAWAN YANG TIDAK MENYUKAI PEKERJAANNYA MERUSAK PERUSAHAANNYA
– DAN DIRINYA SENDIRI.
Selama bertahun-tahun, seorang kepala departemen di sebuah perusahaan Jerman Barat yang makmur bekerja keras untuk menaiki tangga karier, selangkah demi selangkah. Dia sering menmbawa pekerjaannya ke rumah dan bahkan mengorbankan akhir pekan dan liburan demi perusahaan.
Kemudian, entah bagaimana, dia mulai berubah. Ketika bangun tidur
pada suatu pagi, dia merasa bosan kepada tugas yang dihadapinya. Dia tidak lagi
punya rasa tertarik untuk membicarakan masalah bisnis. Kalau dulu dia merupakan
salah satu anggota sraf yang agak kritis, kini dia berubah menjadi seorang
yesman yang khas. Biar saja orang lain bekerja mati-matian! Bahkan promosi sudah
kehilangan daya tarik baginya. Dan belum lama ini dia bahkan cuti sakit satu
atau dua hari.
Di seluruh dunia, banyak sekali karyawan yang memperlihatkan
pola perilaku yang serupa itu. Mereka melakukan pekerjaan dengan giat, tetapi
tidak mengidentifikasi dirinya dengan pekerjaan itu. “Seorang karyawan yang tidak
lagi merasa terikat secara pribadi dengan perusahaannya sama saja dengan
berhenti bekerja secara mental,” kata profesor Fritz Raidt, seorang ahli
sosiologi yang terkenal dari Eropa.
Kira-kira tujuh tahun yang lalu, Profesor Reinhard Horn, kepala
academy for Business Excecutives di Bad Hornburg, Jerman Barat, pertama kali
memperhatikan moral kerja yang baru. Pada waktu itu, kepala departemen yang sudah
disebutkan tadi mengatakan kepadanya tentang merosotnya perhatian terhadap
pekerjaannya. “Saya mengurus semua hal rutin,” orang itu menambahkan. “Saya datang
ke kantor tepat pada waktunya, tapi di atas segala-galanya saya juga pulang ke
rumah tepat pada waktunya.”
Setelah meninjau lebih lanjut persoalan itu, Hohn dan Raidt
mendapatkan bahwa ini sama sekali bukan kasus yang tersendiri.
Dalam suatu penelitian pada tahun 1986, Lembaga Penelitian
Sosial dan Ekonomi di Bonn sampai pada kesimpulan yang sama. Kira-kira 2000
karyawan diminta untuk memberikan komentar tentang pernyataan berikut ini : “Saya
melakukan apa yang diharapkan dari diri saya. Saya tidak melihat alasan untuk
berbuat lebih banyak. Pekerjaan saya tidak terlalu penting.”
Lima puluh empat persen karyawan mengatakan hal itu dengan
tepat menyatakan sikap mereka sendiri; di antara karyawan setengah ahli dan
tidak ahli angka itu sampai sebesar 73 persen.
Sampai belum lama ini, perusahaan hanya berkepentingan dengan
jumlah karyawan yang benar-benar meninggalkan pekerjaannya. Stabilitas daya
kerja dianggap sebagai petunjuk yang kuat untuk suasana kerja yang baik dan
kepemimpinan yang baik. Sering sekali baik pihak menejemen maupun pihak karyawan
tidak menyadari bahaya yang terkandung dalam daya kerja yang masa bodoh dan
tanpa motivasi. Akibatnya, tak terelakkan lagi tidak adanya perhatian terhadap
pekerjaan pada pihak anggota staf akan mencekik kreativitas dan semangat
inovatif perusahaan.
Para pekerja yang tidak lagi menyukai pekerjaannya bukan hanya
merusak perusahaan, tetapi juga dirinya sendiri. Walaupun banyak yang mengaku,
“keluarga dan hobiku memberiku lebih banyak kepuasan daripada pekerjaanku,”
mereka sering tidak semanis dan sebahagia yang mereka perlihatkan dalam
kepura-puraan. Makin banyak yang menderita tekanan jiwa dan gangguan kejiwaan
lainnya yang juga mempengaruhi kehidupan rumah tangga mereka. Namun mereka tidak
menghubungkan keluhan mereka dengan pekerjaannya.
Walaupun demikian, berbagai penelitian dengan jelas menunjukkan
bahwa ketidakpuasan kerja mungkin menimbulkan sakit fisik dan mental. Menurut
salah satu laporan yang diterbitkan oleh Kantor Tenaga Kerja Internasional di
Jenewa, banyak kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan bisa dilacak sampai
ke kondisi kerja yang tidak memuaskan. Lebih-lebih, pengawasan yang terlalu
ketat, tekanan produksi dan ketidakpercayaan punya pengaruh yang merugikan
terhadap kesehatan para pekerja. Sebuah study di Amerika bahkan membuktikan
bahwa karyawan yang hanya diberi sedikit atau tidak diberi tanggung jawab kerja
terutama mudah terkena tekanan jiwa, masalah tidur, gangguan jantung, dan sakit
pencernaan makanan. Mereka terdapat di antara mereka yang tidak puas dengan
pekerjaannya.
Stop dulu masih ada kelanjutannya nih .....
Labels:
Non Katagori
Thanks for reading Berhenti Bekerja Secara Mental. Please share...!
0 Comment for "Berhenti Bekerja Secara Mental"