Sebagaimana yang saya janjikan kemarin pada saat menguraikan Organisasi
Militer Bentukan Jepang, maka pada kesempatan malam yang baik ini, saya sajikan
kepada para pembaca sekalian artikel pelengkapnya, yaitu: PETA Prajurit Pembela Tanah Air. Silahkan dibaca, dihafal, dan dimengerti!
Menjelang berakhirnya latihan kemiliteran angkatan ke 2, keluarlah surat
perintah untuk membentuk PETA. Namun, Letjen Kamakici Harada memutuskan agar
pembentukkan PETA bukan inisiatif pemerintah Jepang, melainkan inisiatif bangsa
Indonesia. Untuk itu, dicarilah seorang putera Indonesia yang berjiwa nasionalis
untuk memimpin PETA. Akhirnya, pemerintah Balatentara Jepang meminta Gatot
Mangunpraja (seorang nasionalis yang bersimpati terhadap Jepang) untuk menulis
permohonan pembentukkan tentara PETA.
Selanjutnya Gatot Mangunpraja per tanggal 7 September 1943 mengirim surat
permohonan dan dikabulkan oleh Jepang dengan mengeluarkan Osamu Seirei No. 44,
tanggal 3 Oktober 1943. Dan sejak dikeluarkan peraturan inilah tentara Pembela
Tanah Air (PETA) resmi terbentuk. PETA dibentuk sebagai pasukan gerilya pembantu
guna melawan serbuan pihak Sekutu.
Ternyata kemudian organisasi militer PETA ini, banyak diminati oleh para
pemuda terutama mereka yang telah memperoleh pendidikan sekolah menengah dan
para anggota Seinendan. Jumlah anggota tentara sukarela Indonesia ini di Jawa,
berjumlah tidak kurang dari 37.000 orang dan 20.000 orang di Sumatra (di wilayah
ini PETA disebut Gyugun).
Sebagaimana organisasi militer pada umumnya, di PETA juga terdapat beberapa
tingkatan kepangkatan atau jabatan, yaitu :
- Daidanco, setingkat atau sama dengan komandan batalyon. Yang menduduki jabatan ini, dipilih dari tokoh-tokoh masyarakat, seperti pegawai pemerintah, pemimpin agama, pamong praja, para politikus, penegak hukum, dan tokoh terkemuka lainnya.
- Cudanco (Komandan Kompi) dipilih dari mereka yang bekerja tetapi belum memiliki jabatan yang tinggi, seperti para guru, juru tulis, dan sebagainya.
- Shudanco (Komandan Pleton) biasanya dipilih dari para pelajar sekolah lanjutan pertama dan atas.
- Budanco (Komandan regu)
- Giyuhei (Prajurit Sukarela). 4 dan 5 dipilih dari para pelajar sekolah dasar.
Anggota tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang berasal dari berbagai macam
kalangan masyarakat tersebut juga dilatarbelakangi oleh berbagai sikap dan
motivasi yang mendorong mereka masuk dalam PETA.
1. mereka yang menjadi anggota PETA dengan semangat yang tinggi.
2. mereka yang menjadi anggota PETA karena dipengaruhi orang lain.
3. mereka yang menjadi anggota PETA dengan perasaan acuh tak acuh.
Di antara mereka ada yang beranggapan bahwa kemenangan Jepang dalam Perang
Pasifik akan membawa perubahan hidup bangsa Indonesia, yaitu sebagai bangsa yang
merdeka. Di samping itu, ada yang percaya pada ramalan Joyoboyo bahwa Jepang
akan meninggalkan Indonesia dan Indonesia akan menjadi negara yang merdeka.
Untuk itu, Indonesia memerlukan tentara untuk mengamankan wilayahnya.
Sebagian besar para Daidanco cenderung memiliki sikap kritis terhadap
pemerintah Jepang terhadap kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan sehari-hari.
Kekeritisan ini terutama dikemukakan oleh anggota PETA yang dahulu berasal dari
pergerakan nasional Islam. Berkat bujukan tokoh Jepang mereka terpaksa bergabung
dengan PETA. Sikap tersebut juga menyebabkan mereka tidak nyaman dengan
posisinya sebagai perwira PETA. Sikap itu pula yang digunakan untuk melawan
propaganda yang dilancarkan Jepang.
Sikap antusias ditunjukkan oleh mereka yang memiliki jabatan Shodanco. Mereka
pada umumnya beranggapan harus memaksimalkan usaha membantu Jepang dalam
memenangkan perang. Mereka berharap hal itu akan mempercepat cita-cita untuk
mencapai Indonesia merdeka. Bagi mereka, PETA merupakan tempat latihan yang luas
untuk menghasilkan tenaga-tenaga militer yang mampu membela tanah airnya
kelak.
Para anggota PETA mendapat pendidikan militer di Bogor pada lembaga Jawa Boei
Giyugun Kanbu Renseitai (Korps Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa). Nama
lembaga itu kemudian berubah menjadi Jawa Boei Giyugun Kanbu Kyoikutai (Korps
Pendidikan Pemimpin Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa). Setelah
mendapat pendidikan, mereka ditempatkan pada daidan-daidan yang tersebar di
Jawa, Madura, dan Bali.
Dalam perkembangannya, beberapa anggota PETA mulai
kecewa terhadap pemerintah Balatentara Jepang. Kekecewaan itu berujung pada
meletusnya pemberontakkan. Pemberontakkan PETA terbesar terjadi di Blitar pada
tanggal 14 Februari 1945 yang dipimpin oleh Supriyadi. Pemberontakkan itu dipicu
karena kekejaman Jepang dalam memperlakukan para pemuda yang dijadikan tenaga
romusha. Organisasi militer bentukan Jepang PETA ini, akhirnya menjadi salah
satu alat perjuangan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. (Dari
berbagai sumber)
Labels:
Sejarah
Thanks for reading PETA Prajurit Pembela Tanah Air. Please share...!
0 Comment for "PETA Prajurit Pembela Tanah Air"